Bandung, 19 Juli 2020.
"Ini bukan kali pertama aku Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama. Tapi, ini kali pertama aku tahu harapan tidak selalu akan menjadi nyata."
12 April 2020.
Hari itu tanpa direncanakan aku ikut ayah ke tempat kerjanya disalah satu pusat perbelanjaan besar di Bandung. Menurutku, aku akan mati tertelan rasa bosan karna harus menunggu ayah bekerja berjam-jam. Hanya dengan duduk, bersosial media, mendengar lagu atau bermain game, bahkan karna terlalu lama duduk bokongku terasa keram. Waktu bagai lama bergulir, hingga akhirnya 'kamu' datang memberikan suasana baru. Dengan wajah memelas, kamu datang dengan tangan memegang handphone yang rusak. Berbicara pelan dengan penuh rayuan pada ayah yang sedang membetulkan iPad salah satu pelanggannya. Mataku tak lepas dari sosokmu yang membungkuk memperlihatkan handphone rusak itu. Bibirku tak luput dari senyum, wajahmu lucu, menarik dan.. Tampan.
Aku tak mengerti, semuanya terlalu entah menurutku. Entah dari mana datangnya perasaan itu, entah sejak kapan aku tahu kenyataan itu, entah bagaimana aku bisa merasakan itu dan entah aku terlalu berani atau ceroboh menganggap itu adalah cinta. Ya, aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Dengan seorang cowok ditempat ayahku bekerja, seorang cowok yang bahkan aku tak tahu namanya. Tapi, aku jatuh cinta. Jatuh cinta pada pandangan pertama, ketika jantungku berdetak tidak seperti biasanya saat melihat dirimu pada kali pertama. Sosokmu bisa merebut hatiku secara tiba-tiba. Membuat otakku bekerja hanya untuk memikirkanmu, mengulang semua scene antara kamu dan aku, mengulang senyuman indah dari wajahmu. Dan ini yang aku rasakan. Secara tak sadar otak ini bekerja sendiri, mengulang dimana kamu tersenyum padaku yang memperhatikanmu. Menyimpan potret dirimu diotak agar aku bisa selalu mengingat wajahmu pada hari itu. Aku sadar ini adalah kali pertama kita bertemu, dan mungkin adalah kali terakhir. Aku termaksud seorang pemimpi, bahkan saking terlalu banyaknya mimpi, aku bingung harus mewujudkan yang mana terlebih dahulu. Namun sebisa mungkin aku tidak ingin menjadi seorang pengharap. Seorang yang selalu berharap. Terkadang harapan itu tidak akan selalu sama dengan kenyataan. Apa lagi mengharapkan sesuatu yang tidak pasti, atau mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin dan tidak akan terjadi. Itu akan terasa sakit dan terkesan.. Bodoh.
Seperti saat ini, aku tidak mau berharap akan bisa bertemu denganmu lagi suatu saat nanti. Kemungkinan itu terlalu kecil bahkan hampir tidak ada. Hanya dengan melihatmu hari itu, aku sudah tahu bahwa aku jatuh cinta dan mungkin akan menutup cinta itu secepat mungkin. Lukaku yang lama belum sepenuhnya sembuh, dan aku tidak ingin membuka luka baru, tersiksa karna kenyataan pahit yang membisikan bahwa aku tidak akan bertemu kamu lagi. Iya kamu, cowok dengan jaket Adidas hitam yang tak bernama. Kenyataan itu seperti berteriak ditelingaku saat aku menginjakkan kakiku untuk pulang. Tanpa sadar mata ini berkeliaran mencari sosokmu yang mengisi hatiku pada hari itu. Tapi kenyataan benar kejamnya, dirimu tak ada. Bahkan hanya untuk satu hari itu saja kenyataan berkata lain dengan harapan kecilku. Yang bisa kulakukan hanya tersenyum tipis dan mulai berbisik kecil untuk menyemangati diri sendiri.
"Ini pertemuan pertama kita dan perpisahan terakhir kita. Aku tak pernah berharap lebih. Semoga kita bertemu lagi suatu saat nanti seperti saat ini". Harapan masih ada, walau sedikit.
Aku ingin bertemu lagi denganmu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar